CYPRIANUS BITIN BEREK
Dendam Absalom
- Nyanyian Kepada Daud
Engkau adalah masa lalu tak selesai
Yang perlu dibereskan.Yang tumbuh
dan melahap hidupku hingga sumsum.
Bertumbuh kau seperti tumor
menjalar dan mematikan
sebagai kanibal.
Aku harus membunuhmu, Ayah,
kendati kuhormati dan kucintai engkau.
Sangat. Karena ampunanmu sebatas jarak
sedangkan hadirku tak lagi kau anggap.
Sedekat pandang kau tempatkan aku
untuk berjumpa tak boleh - agar rinduku
sebatas bisul tanpa mata
Padamu seorang tertakik luka
paling perih. Tertanam akar
paling pahit, Engkaulah siksaku, awan pekat
halangi mataku tuk menatap wajah Allah.
Malam ini harus kubunuh engkau.
Sementara kubayangkan diriku bocah kecil
dalam dekapanmu. Sementara kusesali diriku,
sumber segala dosa. Tapi mengapa kau harus
beristri banyak? Mengapa padaku ampun
kauberi untuk kau abaikan hanya?
Namaku Absalon: Bapak perdamaian.
Keindahan dari semua yang elok.
(Kau sendiri yang menamai, bukan?)
Namaku Absalon. Tapi damai tak lagi padaku.
pada upaya yang kesekian
gerit jendela seret tak beroli itu hanya senyap
ia seakan melihat asmara
menyungkupkan jarit gelap tak berbatik
dan ia tahu
tak bakal ada jerit
sampai esok
sewaktu si demang menyadari dadanya berlubang
dan jantungnya tinggal kantung yang begitu luang
Pengetahuan Nyai Demang
(Untuk ken andhisti sekali lagi)
hatiku kupu-kupu, caruling
dan segala padamu
adalah songkroh penyebak
atau tongkat berperekat sawang laba-laba kuning
telah kau maling caluring, hatiku
sejak hari kita pertama bertukar kerling
dan di kamar si demang
tubuhku tinggal kepompong kosong
bakal penyebab demam si demang
lalu bersama atau tidak, caluring
dalam cinta yang begini
apalah lagi artinya
Cak Markeso
aku penyair bimbang, cak
bimbing aku
aku tak kuat berjalan dengan memanggul
perut lapar, dalam kertasku, kata-kata
tak ada yang abadi
maka tunjukan cak, duniamu itu,
semesta ludruk ontang-antingmu itu, kaki yang tak
lelah menghela langkah, dan bagaimana
apa yang kauucap di depan tukang beca penggemar
atau pinggir kali dengan sedikit pendengar
terus terdengar hingga kini, tak
lungkrah-lungkrah, tak payah-payah
aku pecinta bimbang, cak
bimbing aku
perempuan-perempuan datang
dan pergi meninggalkan bahasa
yang sementara, bahasa yang terlalu
sering di ulang orang hingga cepat usang
maka ujari kau bagaimana cara menemukan
supartiku, seperti kau menemukan supartimu
setelah dua kisa cinta murungmu yang
selalu berumur setahun
aku tualang bimbang, cak
bimbing aku
tidak ada puisi dalam khazanah
masa kecilku, seperti tak ada perikan
dalam keluarga besarmu
tapi kau temukan jula-julimu sendiri, hei
putra kiai, dan kau tempuh pikiranmu sendiri
dan bertahan kau di sana, berdiri gagah
sebagai tualang sejati dalam ludruk garingan
lalau kacamata riben itu, cak
apakah sekedar penutup mata julingmu
ataukah kau jadikan tameng
agar suatu bagian dari dirimu
tidak dimasuki apa-apa yang mengajakmu menyerah
Dendam Absalom
- Nyanyian Kepada Daud
Engkau adalah masa lalu tak selesai
Yang perlu dibereskan.Yang tumbuh
dan melahap hidupku hingga sumsum.
Bertumbuh kau seperti tumor
menjalar dan mematikan
sebagai kanibal.
Aku harus membunuhmu, Ayah,
kendati kuhormati dan kucintai engkau.
Sangat. Karena ampunanmu sebatas jarak
sedangkan hadirku tak lagi kau anggap.
Sedekat pandang kau tempatkan aku
untuk berjumpa tak boleh - agar rinduku
sebatas bisul tanpa mata
Padamu seorang tertakik luka
paling perih. Tertanam akar
paling pahit, Engkaulah siksaku, awan pekat
halangi mataku tuk menatap wajah Allah.
Malam ini harus kubunuh engkau.
Sementara kubayangkan diriku bocah kecil
dalam dekapanmu. Sementara kusesali diriku,
sumber segala dosa. Tapi mengapa kau harus
beristri banyak? Mengapa padaku ampun
kauberi untuk kau abaikan hanya?
Namaku Absalon: Bapak perdamaian.
Keindahan dari semua yang elok.
(Kau sendiri yang menamai, bukan?)
Namaku Absalon. Tapi damai tak lagi padaku.
September 2014
Ratapan Daud
- Kematian Absalon
Akhirnya pergi juga kau. Tampa berpamit.
Tanpa restu kecuali kesumat. Karena kau
kupanggil pulang untuk tak kuampuni.
Betapa sakit dan sepi.
Betapa malam-malam penuh hantu
penuh mimpi berduri, anakku
Barangkali tanpa setahuku
sering kau terbangun tengah malam
berpeluh lalu berteriak ngeri.
Dulu kau akan memanggilku
dan kuusap kepalamu
sementara kau dekap pinggangku erat.
Akulah hantu itu bagimu.
Betapa perih diremehkan
dan dianggap tiada ayah sendiri.
Lebih daripada tak diampuni sekalian.
Jiwamu tergantung antara ampunanku
dan rindumu berjumpa.
Ada tapi tiada. Pernah kau titip isyarat
mendekatkan dirisebelum akhirnya
pahit hatimu, bertahun kurabai.
Akulah hantu bagimu.
Engkau yang terindah dari semua,
tapi engkau tiada. Terhilang
September 2014
Cyprianus Bitin Berek menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Kini tinggal di Makassar, Sulawesi Selatan.
DADANG ARI MURTONO
Ketika Maling Caluring Memaling
Pada upaya yang kesekian
ia mendengar nyai itu berkata
segala yang gagal membuatmu menyerah
akan menjadikanmu lebih tabah
pada upaya yang kesekian
gerit jendela seret tak beroli itu hanya senyap
ia seakan melihat asmara
menyungkupkan jarit gelap tak berbatik
dan ia tahu
tak bakal ada jerit
sampai esok
sewaktu si demang menyadari dadanya berlubang
dan jantungnya tinggal kantung yang begitu luang
Pengetahuan Nyai Demang
(Untuk ken andhisti sekali lagi)
hatiku kupu-kupu, caruling
dan segala padamu
adalah songkroh penyebak
atau tongkat berperekat sawang laba-laba kuning
telah kau maling caluring, hatiku
sejak hari kita pertama bertukar kerling
dan di kamar si demang
tubuhku tinggal kepompong kosong
bakal penyebab demam si demang
lalu bersama atau tidak, caluring
dalam cinta yang begini
apalah lagi artinya
Cak Markeso
aku penyair bimbang, cak
bimbing aku
aku tak kuat berjalan dengan memanggul
perut lapar, dalam kertasku, kata-kata
tak ada yang abadi
maka tunjukan cak, duniamu itu,
semesta ludruk ontang-antingmu itu, kaki yang tak
lelah menghela langkah, dan bagaimana
apa yang kauucap di depan tukang beca penggemar
atau pinggir kali dengan sedikit pendengar
terus terdengar hingga kini, tak
lungkrah-lungkrah, tak payah-payah
aku pecinta bimbang, cak
bimbing aku
perempuan-perempuan datang
dan pergi meninggalkan bahasa
yang sementara, bahasa yang terlalu
sering di ulang orang hingga cepat usang
maka ujari kau bagaimana cara menemukan
supartiku, seperti kau menemukan supartimu
setelah dua kisa cinta murungmu yang
selalu berumur setahun
aku tualang bimbang, cak
bimbing aku
tidak ada puisi dalam khazanah
masa kecilku, seperti tak ada perikan
dalam keluarga besarmu
tapi kau temukan jula-julimu sendiri, hei
putra kiai, dan kau tempuh pikiranmu sendiri
dan bertahan kau di sana, berdiri gagah
sebagai tualang sejati dalam ludruk garingan
lalau kacamata riben itu, cak
apakah sekedar penutup mata julingmu
ataukah kau jadikan tameng
agar suatu bagian dari dirimu
tidak dimasuki apa-apa yang mengajakmu menyerah
Dadang Ari Murtono lahir dan tinggal di Mojokerto, Jawa Timur. Puisinya antara lain dalam antologi Pasar yang Terjadi pada Malam Hari (2008)